Tokoh Naraya News - K.H. Abdullah Abbas atau Kiai Abbas merupakan seorang ulama besar Pondok Pesantren Buntet di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Cirebon. Pesantren Buntet sendiri merupakan pesantren tua yang didirikan pada tahun 1750 M oleh KH. Muqoyyim bin Abdul Hadi atau Mbah Muqoyyim. Kiai Abbas merupakan sosok yang paling berpengaruh dalam perang di Surabaya pada tanggal 10 November 1945, yang saat ini kita kenal sebagai Hari Pahlawan.
Kiai Abdullah Abbas lahir di Buntet Pesantren Cirebon pada tanggal 7 Maret 1922. Beliau termasuk kiai yang menjadi rujukan umat Islam di Indonesia. Banyak orang yang menyebutnya sebagai "Sang Panutan" dan "Penyangga Masyarakat". Kiai Abbas berguru pada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Ahmad Zubaidi, dan Syekh Mahfudh at-Termasi di Mekkah.
Kiai Abbas merupakan ulama yang bukan hanya dikenal dengan keluasan pengetahuan agamanya saja, tapi juga dikenal memiliki ilmu kanuragan/bela diri tingkat tinggi dan ilmu supranatural yang mumpuni. Sejak masih muda hingga menjelang wafat, beliau banyak sekali memberikan sumbangan pikiran dan tenaga dalam membangun bangsa Indonesia. Kiai Abbas juga mengajarkan seni bela diri kepada santrinya, agar kelak santrinya bisa ikut serta mempertahankan kemerdekaan dari penjajah. Pondok Pesantren Buntet menjadi basis laskar jihad, seperti Hizbullah, Sabilillah bahkan PETA (Pembela Tanah Air). Beliau juga terlibat dalam penyusunan "Resolusi Jihad" dengan jargon hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman), seperti yang dikutip dari berbagai sumber.
Kiai Abbas dikenal sebagai pejuang yang pemberani. Meski K.H. Hasyim Asy'ari memegang penuh otoritas perjuangan, tapi K.H. Hasyim Asy'ari tidak terburu-buru dalam meletupkan perang. Para pejuang rakyat dan santri waktu itu meminta K.H. Hasyim Asy'ari menahan diri sampai "Macan dari Cirebon" hadir. Sosok "Macan dari Cirebon" yang dimaksud adalah Kiai Abbas. Beliau ditunjuk sebagai komandan perang 10 November oleh K.H. Hasyim Asy'ari. Menjelang pertempuran, Kiai Abbas sudah mulai memobilisasi massa, terutama dari kalangan santri. Beliau memerintahkan kepada para pejuang yang akan melawan penjajah untuk mengambil air wudhu dan meminum air yang telah didoai. Setelah itu, para pejuang tanpa rasa takut langsung menyerang tentara Belanda dengan bersenjatakan bambu runcing dan parang. Pada saat perang, Kiai Abbas dan para kiai lainnya berada ditempat yang lebih tinggi, sehingga bisa memantau jalannya pertempuran itu.
Pertempuran 10 November tak lepas dari fatwa resolusi jihad NU. Resolusi itu membakar semangat rakyat dan para santri untuk melawan penjajah. Akhirnya para pejuang berhasil mengusir para penjajah itu. Cerita tentang perjuangan dan kesaktian Kiai Abbas merupakan kisah nyata yang diamini masyarakat secara luas. Jika melihat kiprah dan peran Kiai Abbas dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, beliau sudah sangat layak menyandang gelar sebagai Pahlawan Nasional.
Penulis : Ahmadnrdn
Editor : Sha
Tags
Tokoh