Klise Pelanggaran HAM ; Negri Berdarah

Seruan Aksi Hari HAM di Tugu Pensil Cirebon
(sumber gambar : Gemsos)

Opini, Naraya News - Hak Asasi Manusia merupakan anugrah manusia yang tidak bisa diganggu gugat, karna hal tersebut merupakan sebuah hal alamiah yang dimiliki oleh manusia, mulai dari hak pengakuan, hak berpolitik, hak bersosial, budaya, agama, hingga hak untuk bermalas-malasan. Momentum dimana hak-hak manusia mulai digaungkan disituasi kelamnya perbudakan, penindasan, kolonialisme, dan imperislisme serta berbagai perang yang berkecamuk di Asia Pasifik hingga Amerika serta kekejaman Perang Dunia-II menjadi alasan untuk manusia berfikir bahwa segala bentuk kejahatan atas manusia oleh manusia lainya perlu dilakukan peradilan. Serta pada akhirnya sejarah mencatat dan menetapkan 10 Desember ditetapkan oleh Persatuan Bangsa Bangsa sebagai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Beberapa kilas balik pada masa Orba Indonesia disuguhkan dengan beberapa tragedi yang kelam dalam urusan Hak Asasi Manusia dimana demokrasi disumpal, kebebasan berfikir di berangus, serta kebebasan mengungkapan dan menyuarakan aspirasi diberantas dengan tembakan dan gar air mata, ataupun setiap mulut yang bersuara dan mengkritisi kebijakan dianggap sebagai ancaman dan musuh negara. Berikut ini beberapa contoh kasus pelanggaran HAMdi era Orba ;

Tragedi Semanggi

Tragedi Semanggi merupakan salah satu peristiwa berdarah pada masa Orba dimana mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan dalam peristiwa Semanggi I atas dasar ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan menuntut untuk membubarkan dwi fungsi ABRI/TNI dan penolakan sidang istimewa yang dilakukan oleh wakil rakyat dalam transisi pemerintahan Soeharto – Bj. Habiebie   11-13 November 1998 tersebut mendapatkan tindakan represif apparat dilansir dari Amnesty Indonesia aksi 13 November 1998 tersebut mewaskan 17 sipil dan mahasiswa, dan 109 orang lainya luka-luka.

Pada tragedi Semanggi II,  mahasiswa turun kejalan dengan tuntutan menolak Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun massa dihadang oleh pasukan bersenjata dan pamswakarsa. Tercatat pada tragedi tersebut warga sipil dan mahasiswa tewas sejumlah 11 orang dan 217 orang luka-luka, semanggi II 24 September 1999.

Marsinah

Marsinah adalah seorang buruh PT. Catur Putra Surya yang senantiasa berjuang memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan pekerja. Pada 4 Mei 1993, Marsinah memimpin ujuk rasa menuntut kenaikan upah buruh yang dirasa sangat murah. Namun pada malam hari 5 Mei 1993, Marsinah diculik oleh algojo PT.CPS. Pada 9 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan dengan mengenaskan tidak jauh dari tempatnya bekerja. Setelah menunggu hasil forensik, Marsinah tewas beberapa hari sebelumnya dengan luka yang diakibatkan oleh benda tajam dan tumpul. Dari tragedi ini membuktikan bahwa negara abai terhadap perlindungan warga negaranya.

Tragedi Munir

Seorang aktivis pejuang HAM mati secara misterius di atas pesawat. Munir Said Thalib dikutip dari nasional.tempo “ tewas diracun dalam penerbangannya dari Jakarta ke Amsterdam pada 7 September 2004. Ia dikenal sebagai aktivis hak asasi manusia (HAM) yang berintegritas. Suka membantu masyarakat kecil seperti dalam kasus penggusuran, kekerasan, perburuhan, dan lainnya. Meski sudah 17 tahun berlalu, kematiannya masih diselimuti misteri “. Ini merupkan salah satu jejak bahwa pelanggar HAM berat memberantas orang-orang yang bersuara terhadap perampasan dan ketidakadilan.

Penembakan Misterius

Petrus atau biasa dikenal sebagai penembakan misterius merupakan tragedi pada masa Orba, pada tahun 1980-an rezim Suharto menggelar oprasi yang berdalih untuk memberantas kejahatan. Namun kejahatan yang dimaksud tidak ada landasan konstitusi, artinya apabila seseorang dari masyarakat terjerat dalam indikasi pidana ataupun perdata, maka jika mengacu kepada Hak Asasi Manusia, setiap orang bersalah atas hukum itu harus diadili secara hukum dan berhak melakukan pembelaan. Apabila tanpa indikasi yang jelas maka rezim tersebut membabi buta warga sipil serta memberi ancaman pada orang-orang yang bebas dalam pikiran serta sering mengkritisi kebijakan.

Tragedi Penculikan Aktivis Mahasiswa & Trisakti

Pada tahun 1997-1998 merupakan peristiwa kelam di Indonesia, selain krisis moneter yang melanda pada tahun tersebut juga merupakan peristiwa tragedi kemanusiaan, dimana pada hari tersebut para demonstran aktivis mahasiswa yang menuntut turunya rezim Soeharto mendapat tindakan brutal dan represif. Beberapa aktivis mahasiswa ditembak, diculik, dan dipukuli oleh pihak keamanan. Dalam peristiwa tersebut 13 oang dinyatakan hilang diantaranya Yani Arfi hilang di Jakarta 26 April 1997, Sony hilang di Jakarta 26 April 1997, Deddy Hamdun hilang di Jakarta 29 Mei 1997, Noval Alkatiri hilang di Jakarta 29 Mei 1997, Ismail ( Sopir Deddy Hamdun hilang di Jakarta 29 Mei 1997, Wiji Tukul Hilang di Jakarta 10 Januari 1998, Suyat hilang di Solo 12 Februari 1998, Herman Hendrawan hilang di Jakarta 12 Maret 1998, Petrus Bima Anugrah hilang di Jakarta 30 Maret 1998, Ucok Munandar hilang di Jakarta 14 Mei 1998, Yadin Muhidin hilang di Jakrta 14 Mei 1998, Hendra Hambali hilang di Jakarta 15 Mei 1998, Abu Nasser hilang di Jakarta 14 Mei 1998. Tak hanya disitu peristiwa tersebut juga menewaskan 4 orang aktivis mahasiswa Trisakti diantara nya Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Haffidin Royan, dan Hendriawan Sie.

Dalam 2 periode pemerintahan Jokowi masih saja terjadi tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia, bahkan dalam pembuatan regulasi pun terdapat poin pelanggaran dimana ruang hidup masyarakat apalagi masyarakat kecil dan pekerja dirampas dalam regulasi UU No 5. 2020 Omnibuslaw. Terlebih lagi penggusuran dan tindakan yang dilakukan oleh para aparat mencerminkan rendahnya moralitas kemanusiaan dalam badan aparatur negara. Tindakan refresif aparat terhadap para masa aksi juga kerap sekali dilakukan seperti saat demonstrasi RKUP, dan UU KPK masa mendapat tindakan kekerasan bahkan kebrutalan. Perampasan ruang hidup yang juga terjadi di wilayah regional Cirebon, dimana ruang terbuka hijau yang berada dilingkungan Bima, Kota Cirebon yang diperuntukan untuk ruang terbuka hijau malah di bangun dengan alasan pendidikan. Ini merupkan pelanggaran hak asasi manusia karena negara telah melakukan pembiaran.

Bahwa pelanggaran HAM yang terjadi akhir-akhir ini merupaan pertanda kepentingan golongan serta keserakahan derajatnya lebih tinggi dari kemanusiaan. Padahal konstitusi telah menjamin Hak Asasi Manusia dalam Pasa 28A-28J Undang-Undang Dasar 1945.




Penulis : Gemsos

Lebih baru Lebih lama