Ilustrasi gambar oleh freepik.com
Artikel, Narayanews - Kalian pasti punya teman yang kalau janjian buat ketemu, dia datang paling akhir. Pas datang pasti alasannya “Duh, maaf ya tadi macet banget”, padahal emang dianya aja yang berangkatnya mepet waktu janji. Atau pernah juga ketika janjian buat reuni dengan teman-teman angkatan kalian, janji awal kumpul jam 7, tapi sampai jam 9 baru satu orang saja yang datang, sedangkan yang lain belum datang juga. Jangan-jangan kalian juga nih pelakunya! Nah, kejadian itu pasti sering banget kita alami dan kita mengenalnya sebagai budaya “ngaret”.
Istilah ngaret bukanlah menjadi suatu hal yang asing lagi di telinga orang Indonesia. Karena pada dasarnya, ngaret sudah menjadi suatu budaya yang mengakar pada pola pikir orang Indonesia. Kata ngaret ini berasal dari kata karet yang memiliki sifat elastis dan mudah direngganggkan, dalam hal ini yang dimaksud adalah waktu. Orang yang suka ngaret berarti orang yang sering merenggangkan waktu atau datang terlambat. Orang yang suka ngaret akan dicap sebagai orang yang tidak menghargai waktu dan juga tidak menghargai orang lain yang sudah berusaha datang tepat waktu.
Dilansir dari kompas.com, Bayu A Yulianto merupakan seorang Sosiolog dan Peneliti Independen mengatakan, ngaret menjadi kebiasaan buruk orang Indonesia, dan menjadi tradisi yang sulit ditinggalkan.
Budaya ngaret adalah bentuk dari sebuah rasa malas karena lebih terlihat sebagai hal yang disengaja untuk datang terlambat. Kebiasaan menunda pekerjaan merupakan salah satu akar budaya ngaret. Begitu juga rendahnya nilai menghargai waktu menjadi salah satu kebiasaan yang terus berkembang di masyarakat. Sekarang ini, banyak dari kita yang memiliki pola pikir untuk menjadi orang yang ngaret, salah satunya disebabkan ketika kita memiliki sebuah janji temu, tetapi orang yang akan kita temui seringkali datang terlambat atau dalam sebuah acara yang jam mulainya diundur sebab orang-orang yang diundang tidak datang tepat waktu, hal itu tentu saja membuat kita yang selalu menjadi orang tepat waktu jenuh dan kesal karena menunggu begitu lama. Dan kita pasti akan berpikir untuk melakukan hal yang sama begitu janji pertemuan dengan orang tersebut berikutnya. Misal “Ah berangkatnya nanti saja lah, paling juga yang lain belum pada datang”. Atau “Kali ini, aku yang datang terlambat deh biar dia tau rasanya nunggu!”. Pola pikir seperti tulah yang menjadikan ngaret sebagai sebuah budaya baru.
Meskipun sudah menjadi bagian dari budaya, kebiasaan ngaret masih bisa kita ubah, salah satunya dengan cara menanamkan konsep “lebih baik menunggu daripada ditunggu”. Jadi, mari belajar memulai untuk terbiasa tepat waktu karena itu bukanlah suatu hal yang begitu sulit. Semua hal pasti bisa berubah asal ada kemauan dari dalam diri kita. Karena kita hidup sebagai makhluk sosial yang harus saling menghargai.
Penulis : sha
Editor : Amd
Tags
artikel