Pada
tahun 2020 teknologi telah berkembang sangat signifikan. Perkembangan tersebut
memberikan dampak yang sangat besar kepada dunia, salah satunya dalam sektor
niaga. Teknologi membuat berniaga menjadi jauh lebih mudah. Masyarakat yang
semula membeli barang secara offline, kini dimanjakan dengan banyaknya pilihan
kemudahan dalam berbelanja secara online, seperti dengan adanya e-commerce.
Hadirnya
e-commerce telah membuat perubahan pada perilaku konsumen yang semula hanya
berbelanja secara offline dengan datang langsung ke pusat perbelanjaan, pasar,
maupun toko itu sendiri sekarang dapat dengan mudah dilakukan secara online di
rumah.
Begitupun
dengan sistem pembayaran yang terus berkembang menjadi salah satu faktor
pendukung perkembangan e-commerce. Sistem pembayaran yang merupakan
salah satu faktor yang menopang stabilitas sistem keuangan saat ini terus
berkembang, seperti halnya dengan perkembangan sistem pembayaran yang semula
hanya uang tunai hingga saat ini sudah tersedia sistem digital. Metode
pembayaran yang disediakan oleh e-commerce mayoritas adalah pembayaran
secara digital seperti transfer intra bank, virtual account, kartu
kredit online, kartu debit online, e-wallet, dan paylater.
Lantas
bagaimana hukum PayLater dalam sudut pandang islam?
PayLater
merupakan kata yang berasal dari Pay serta Later. Kata Pay memiliki arti
membayar, kemudian Later memiliki arti kemudian. Bila digabungkan, PayLater
merupakan layanan pinjaman secara online yang tidak menggunakan kartu kredit.
Layanan
ini akan memudahkan konsumen untuk menggunakannya dalam waktu itu juga.
Kemudian, nantinya konsumen akan membayar tagihan di kemudian hari.
PayLater
dapat diartikan sebagai sebuah fasilitas keuangan yang memungkinkan metode
pembayaran mencicil dan metode pembayaran yang ditawarkan banyak perusahaan
digital.
Salah
satu hukum dari penggunaan PayLater
dalam Islam ialah seperti riba
Saat
seseorang menggunakan PayLater untuk membeli kebutuhannya, nantinya pihak
provider dari platform PayLater akan memiliki peran sebagai yang menghutangi
konsumen untuk kebutuhan menebus jasa atau barang yang dipesan.
Adanya
sayarat tambahan yang berlangsung di awal akad menjadikan akad tersebut masuk
dalam golongan qardlu jara naf’an yakni utang dengan cara mengambil
kemanfaatan. Utang dengan mengambil manfaat tambahan terhadap pokok harta utang
adalah ciri khas dari riba qardi.
Contohnya
saja terdapat tambahan imbal hasil sebesar Rp10 ribu, atau 2.14% dari salah
satu situs pemesanan jasa, hal tersebut sudah memenuhi unsur tambahan, sehingga
menjadi riba yang diharamkan.
Penulis : Isun
Editor : sha