Dosen kreatif ajak Mahasiswa dalami mengenal Batik Ciwaringin


Kunjungan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon ke kampung batik yang terletak di Ciwaringin/Doc LPM Naraya


   Minggu (28/05/23) Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon pada Program Studi Ilmu Komunikasi lakukan kunjungan ke kampung batik yang terletak di Ciwaringin tepatnya di jalan Urip Sumoharjo No. 07, desa Kebon Gedang. 

   Acara kunjungan ini merupakan bentuk ke kekreatifan seorang Dosen Ilmu Komunikasi yang biasa dikenal dengan sebutan " Ibu Nurul atau Nurul Chamidah" . Acara ini berjalan dengan lancar dan sangat berkesan bagi para Mahasiswa. Karena metode kuliah lapangan seperti ini membuat pembelajaran tidak membosankan.

   "Tujuan di bawanya anak-anak didik ibu ke sini. Paling utama satu, perkuliahan ini tidak harus melulu di dalam kelas, perkuliahan Ilmu komunikasi tidak serta merta harus berada di dalam empat tembok. Kita harus lebih luas, laboratorium kita itu luas, makannya dalam perkuliahan saya sendiri harus ada yang namanya kuliah lapangan dan kebetulan kita mengampu mata kuliah komunikasi lintas budaya, saya ingin mengenalkan teman-teman sebelum kita mempelajari budaya orang luar kenali dulu budaya kita sendiri. Mahasiswa orang Cirebon ternyata banyak yang belum tau di Ciwaringin itu ada batik tulis pewarna alam, belum lagi saya juga ingin mengenalkan suasana perkampungan blok Gedang Ciwaringin ini adalah notabene nya adalah kalangan santri, makannya temen-temen bisa mengenali seperti apa sih budaya santri, budaya perkampungan, " begitu ujar Nurul Chamidah selaku Dosen Ilmu Komunikasi. 

   Dikampung batik ini, Mahasiswa banyak belajar mengenai proses membatik. Kampung batik tulis ini didirikan sudah ada sejak abad ke-18. Dahulu kala ada seorang kiyai yang bernama Madamin. Kiyai inilah yang mengajarkan cara-cara membatik didaerah Babakan yang terdapat banyak santri. Namun sayangnya, Kiyai Madamin harus meninggalkan rutinitas membatiknya karena harus fokus mengajar para santri dan mengajar di sekolah. Dari sinilah asal mulanya timbul rutinitas membatik yang akhirnya diteruskan oleh masyarakat Ciwaringin. 

   Pada mulanya hanya ada 6 kepala keluarga yang menjadi pengrajin batik, karena pada saat itu kebanyakan masyarakat menilai bahwa membatik tidak banyak memberikan manfaat dan kebanyakan orang memilih untuk bekerja di luar negri menjadi TKW ( Tenaga Kerja Wanita). Namun, berbeda dengan sekarang yang diperkirakan sudah mencapai 150 orang yang memilih menjadi pengrajin batik. 

   Proses penjualan hasil batik ini biasa dilakukan secara online dan offline, ada juga sampai di di ekspor ke luar negri seperti Singapur dan Thailand. Namun, pengirimannya tidak dalam skala besar, hanya kisaran 100 pcs. Untuk kisaran harganya bisa dibandrol mulai dari Rp.50.000 hingga mencapai angka jutaan. Harga yang tinggi ini sesuai dengan kualitas barang yang ditawarkan, karena pembuatan batik ini menggunakan bahan-bahan secara alami. 


Reporter : Lola Dwi Asmarani

Editor      : Melisa



Lebih baru Lebih lama