DPR Resmi Sahkan Revisi UU TNI, Menuai Pro dan Kontra

 

NarayaNews – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam Rapat Paripurna ke-15 Masa Sidang II Tahun 2024-2025 di Gedung DPR, Senayan, Kamis (20/3/2025).

Rapat yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani ini berlangsung tanpa hambatan berarti. Usai mengajukan persetujuan kepada seluruh fraksi, mayoritas anggota dewan dengan lantang menyatakan kesepakatannya. "Setuju," seru mereka serempak, disusul ketukan palu Puan sebagai tanda pengesahan. Ruang sidang pun seketika dipenuhi tepuk tangan anggota dewan yang hadir.

Sebelum keputusan ini diambil, Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Utut Adianto, sempat menyampaikan apresiasinya terhadap pemerintah yang turut serta dalam pembahasan revisi ini. "Kami berharap, perubahan dalam UU TNI ini mampu membawa manfaat besar bagi bangsa dan negara," ujar Utut.

Namun, pengesahan revisi ini bukan tanpa kritik. Sejumlah pihak menolak perubahan yang mencakup empat pasal utama, yakni Pasal 3 tentang kedudukan TNI, Pasal 15 mengenai tugas pokok TNI, Pasal 47 terkait penempatan prajurit aktif di jabatan sipil, serta Pasal 53 tentang usia pensiun prajurit.

Perubahan di Pasal 3: TNI di Bawah Koordinasi Kemenhan

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa revisi pada Pasal 3 hanya terjadi di Ayat (2), sementara Ayat (1) tetap menegaskan bahwa pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI berada di bawah presiden. "Pada Ayat (2), kami menambahkan frasa ‘yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis’, sehingga kebijakan serta strategi pertahanan kini dikoordinasikan melalui Kementerian Pertahanan," jelas Dasco.

Selain itu, nomenklatur Departemen Pertahanan dalam UU lama telah disesuaikan menjadi Kementerian Pertahanan agar selaras dengan struktur pemerintahan saat ini.

Tugas Pokok TNI Bertambah: Cyber Security dan Perlindungan WNI di Luar Negeri

Pasal 7 juga mengalami perubahan dengan adanya tambahan dua ayat, yakni Ayat (15) dan Ayat (16). Dalam aturan terbaru ini, TNI mendapatkan mandat baru untuk membantu menangani ancaman siber serta melindungi dan menyelamatkan warga negara Indonesia (WNI) serta kepentingan nasional di luar negeri.

Pasal 47: Jabatan Sipil untuk Prajurit Aktif Bertambah

Salah satu poin yang menuai banyak kritik adalah revisi Pasal 47, yang mengizinkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil di lebih banyak instansi pemerintah. Dari yang sebelumnya hanya 10 lembaga, kini jumlahnya bertambah menjadi 14, termasuk Badan Keamanan Laut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kejaksaan Agung.

"Revisi ini dilakukan karena dalam beberapa undang-undang lain, keberadaan prajurit aktif di lembaga-lembaga tersebut sudah dicantumkan, sehingga kami sesuaikan dalam UU TNI yang baru," terang Dasco.

Namun, kebijakan ini mendapat tentangan dari berbagai kalangan yang menilai bahwa kehadiran prajurit aktif dalam jabatan sipil berpotensi mengaburkan batas antara ranah militer dan sipil dalam pemerintahan.

Usia Pensiun Prajurit Naik, Bervariasi Sesuai Pangkat

Perubahan lain yang cukup signifikan terdapat pada Pasal 53 mengenai usia pensiun prajurit. Kini, batas pensiun bagi prajurit bintara dan tamtama ditetapkan pada usia 55 tahun, sementara perwira hingga pangkat kolonel pensiun maksimal di usia 58 tahun.

Sedangkan bagi perwira tinggi (pati), usia pensiun dibedakan berdasarkan tingkatan bintang:

Bintang 1: 60 tahun

Bintang 2: 61 tahun

Bintang 3: 62 tahun

Menurut Dasco, perubahan ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan dinamika organisasi dan kebutuhan operasional TNI.

Transparansi Dipertanyakan, Proses Pembahasan Dikebut

Di balik pengesahan ini, berbagai pihak mengkritik proses revisi yang dinilai terlalu cepat dan minim transparansi. Bahkan, draf revisi UU TNI sempat sulit diakses oleh publik hingga menjelang pengesahan. Sejumlah ahli hukum menyebut proses ini sebagai cacat prosedural karena tidak memberikan ruang partisipasi yang cukup bagi masyarakat sipil.

Dengan berbagai pro dan kontra yang mengiringi, revisi UU TNI kini telah resmi berlaku. Namun, apakah perubahan ini benar-benar akan membawa dampak positif bagi sistem pertahanan negara atau justru menimbulkan persoalan baru? Hanya waktu yang bisa menjawab.


Penulis: Kepengurusan LPM Naraya

Lebih baru Lebih lama